02 Agustus 2016
Cerpen: Gadis di Metro Mini
27 Mei 2016
Cerpen: Vila di Puncak Bukit
25 Mei 2016
Cerpen: Kisah Kecil dari Sudut Kampus
“Kamu brengsek!”
begitu sambutan gadis itu, ketika aku sampai di meja yang terletak di sudut
luar kantin tempatnya duduk, di kantin sudut kampus.
“Wah, sedap
banget!” sahutku, menyeringai, “Baru sampe udah dihadiahin makian ama mahasiswi
cantik,” ujarku, bukan sebagai keluhan, seraya mengempas duduk di sisinya.
“Emang aku punya salah apa sih ama kamu, Cantik?”
02 Mei 2016
Cerpen: Bingkai Hati
Dengan mata setengah terpicing Anggraini mencoba menafsirkan siapa
sebenarnya bayangan itu. Bayangan yang sedang membuka pintu pagar rumah
kostnya. Ia tak berhasil, karena bayangan itu tampak sangat jauh dan hanya
berupa siluet kabur. Diam-diam ia jadi sedikit menyesal karena tadi tak
mengenakan kacamatanya.
16 April 2016
Cerpen: Sang Kekasih
Lucu sekali kalau ada seorang kekasih yang tidak tahu siapa dan di mana
alamat kekasihnya sebenarnya. Tapi Pramudya memang betul-betul tidak tahu,
siapa sebetulnya kekasihnya, dan di mana tempat tinggalnya yang sebenarnya? Dia
cuma tahu, bahwa nama kekasihnya itu adalah Murni. Sudah, itu saja. Namun,
siapa Murni yang sebenarnya? Tak jelas.
Cerbung: Lewat Tengah Malam (2)
(Sambungan dari bagian 1)
Setelah berada di Jakarta kembali, tiba-tiba saja saya merasa seperti baru
terjaga dari mimpi. Hari-hari yang telah saya jalani kemarin, selama tiga hari
di vila Keluarga Baskoro itu, sekonyong-konyong terasa begitu jauh dan terlalu
tinggi buat saya sentuh lagi, meski hanya lewat angan-angan. Bapak dan Ibu
Baskoro yang senantiasa memerhatikan saya, melebihi perhatiannya terhadap
siapa pun. Seluruh Keluarga Besar Baskoro yang ternyata begitu baik dan
bersahabat dalam menyambut kehadiran saya. Semuanya terasa muskil bagi saya.
Tidak masuk akal. Laksana kedustaan mimpi.
Cerbung: Lewat Tengah Malam (3)
(Sambungan dari bagian 2)
Dua hari kemudian, saat saya sedang mempelajari hasil survei pemasaran
salah satu produk anak perusahaan yang dinilai kurang memuaskan, Pak Baskoro
menelepon saya. Dari luar kantor. Sepertinya dari mobil. Soalnya lamat-lamat,
saya juga mendengar suara Ibu Baskoro, lagi marah-marah pada orang yang
diteleponnya.
Cerbung: Lewat Tengah Malam (4)
(Sambungan dari bagian 3)
Di sepanjang hidup saya sebelumnya, tidak pernah saya bermimpi atau bahkan
sekadar membayangkan bahwa pada suatu hari saya akan mengalami 'hari besar'
ini: Berdampingan dengan gadis cantik yang amat saya cintai di pelaminan yang
megah dan agung, di gedung yang bukan cuma terkenal mahal harga sewanya tetapi
juga panjang antrian calon penyewanya. Namun ternyata, semuanya itu tidak ada
artinya bagi Keluarga Besar Baskoro. Terbukti, kami sepertinya tak perlu antri untuk
dapat menyewa gedung ini.
Cerbung: Lewat Tengah Malam (5)
(Sambungan dari bagian 4)
Paginya, begitu tiba di kantor, sekretaris direksi memberitahu bahwa saya
ditunggu oleh Tuan Yamada, presiden direktur perusahaan ini. Maka setelah
menaruh tas kantor, saya segera mendatangi ruangan Tuan Yamada. Saya pikir ada
sesuatu yang penting, ternyata dia hanya memberi tahu bahwa masa pelatihan saya
berakhir minggu ini. Tapi Jakarta memberi saya cuti ekstra satu minggu untuk
menikmati liburan di Jepang. Dan itu membuat saya mafhum mengapa Nirmala
tiba-tiba muncul. Rupanya saya memang sudah hampir pulang.
Cerbung: Lewat Tengah Malam (6)
Dari
buku-buku catatan harian Nirmala – yang dibuka dengan puisi pendek tentang
pertemuan pertama kami, rekaman video hari-hari terakhirnya, dan juga rekaman
video pesan terakhirnya buat saya, saya mengetahui semua yang selama ini
disembunyikannya dari saya. Rupanya semuanya berawal dari 'tanda-tanda' kanker
pada rahimnya, yang bukan cuma membuatnya jadi mandul total, tetapi juga
mengancam nyawanya. Jadi, ia sudah berusaha untuk tidak berbohong ketika dulu
mengatakan kepada saya, ia mandul karena adanya kelainan pada organ reproduksinya.
Cuma, ia memang tidak berterus-terang bahwa kelainan itu adalah karena tumor
yang kemudian jadi ganas, atau kanker.
Langganan:
Postingan (Atom)